ABDUL ABBAS AS-SAFAH, KHALIFAH ZALIM YANG TERZALIMI

Terdapat perbedaan penafsiran tentang laqob as-Safah pada Abul Abbas, khalifah pertama Abbasiyah ini. Ada yang mengatakan as-Safah di sini bermakna kedermawanan. Ada pula yang mengatakan maknanya adalah si penumpah darah.

Khalifah Pertama Daulah Abbasiyah

Nama dan nasab Abul Abbas  as-Safah adalah Abdullah bin Muhammad bin Ali bin Abbdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdu Manaf. Nasabnya bersambung dengan paman Nabi, Abbas bin Abdul Muthalib. Abul Abbas adalah khalifah pertama Daulah Abbasiyah. Ia dilaqobi (digelari) dengan berbagai gelaran. Seperti: as-Safah, al-Qaim, ats-Tsair, dan al-Mubih. Ia lahir di awal bulan Rajab tahun 104 H. Ada juga yang mengatakan ia lahir tahun 103 H. Dan pendapat lain mengatakan 105 H.

Abul Abbas dan saudaranya, al-Manshur dilahirkan di kota yang sama. Kota Hamimah di wilayah asy-Syarah, wilayah Yordania sekarang.

Ibunya bernama Rithah binti Ubaidullah bin Abdul Madan bin ar-Rayyan bin al-Harits bin Ka’ab. Ayahnya, Muhammad bin Ali, wafat pada tahun 125 H di Kota Hamimah. Sang ayah adalah orang pertama yang menyerukan kebangkitan keturunan Abbas. Seruan itu ia mulai sejak usianya baru hendak menginjak 20 tahun. Di usia muda itu, ia menghimpun masa dan membuat rencana.

Setelah Muhammad bin Ali wafat, perjuangannya diteruskan oleh putranya yang bernama Ibrahim (saudara Abul Abbas). Ibrahim ini dilaqobi dengan al-Imam. Melanjutkan estafet perjuangan ayahnya, Ibrahim al-Imam terus menggalang masa. Dakwah Abbasiyah pun semakin kuat dari sebelumnya. Tak terlewat momen penting seperti musim haji. Ia manfaatkan masa berkumpulnya manusia ini untuk semakin mempopulerkan diri dan ide revolusi yang ia gelorakan. Ia menjadi semakin terkenal.

Melihat hal ini, Daulah Umayyah tak tinggal diam. Marwan bin Muhammad, khalifah terakhir Daulah Umayyah mengirim surat kepada walinya di Damaskus untuk menindak Ibrahim. Ia kirim seseorang untuk menangkap Ibrahim al-Imam dan membawanya ke Haran untuk dipenjara. Sadar perjuangannya akan terhenti, Ibrahim berwasiat pada saudaranya Abul Abbas as-Safah untuk melanjutkan perjuangannya dan ayahnya. Ia perintahkan sang adik untuk membawa keluarganya menuju Kufah. Peristiwa ini terjadi pada tahun 129 H.

Abul Abbas pun pergi dari Hamimah menuju Kufah melalui jalur Daumatul Jandal. Ia bawa serta 13 orang anggota keluarganya. Mereka terdiri dari paman-pamannya, saudara-saudaranya, putra-putra saudaranya, dan putra-putra pamannya. Kemudian ia dibaiat di Kufah pada hari Jumat 12 Rabiul Awal 132 H. Bertepatan dengan 25 Januari 750 M. Setelah itu ia menyampaikan khotbah kekhalifahannya di Masjid Kufah. Semakin tampaklah gerakan revolusi Abbasiyah. Ia mengancam orang-orang Umayyah yang menyifatinya dengan perampas khilafah. Dan menjanjikan hadiah dan pemberian bagi rakyat Kufah yang mendukung revolusinya.

Abul Abbas sendiri wafat karena menderita cacar. Ia wafat di wilayah Anbar pada hari Ahad tanggal 11 -ada yang mengatakan tanggal 13- Dzul Hijjah 136 H. Bertepatan dengan 10 Juni 754 M. Saat itu usianya baru menginjak 33 tahun. Kekhalifahannya hanya berlangsung selama 4 tahun 9 bulan (Ibnu Katsir, al-Bidayah wa an-Nihayah 58/10, Cet. Darul Fikr 1407 H/1986 M).

Mengapa Disebut as-Safah?

Dalam Bahasa Arab, kata as-Safah memiliki dua makna. Pertama al-jawwad (الجوَّاد) yaitu dermawan. Kedua saffak ad-dima (سفَّاك الدماء) yaitu penumpah darah (Ibnu Manzhur: Lisan al-Arab 2/485). Karena itulah, terdapat perbedaan riwayat sejarah dalam mengartikan laqob as-Safah ini. Apakah yang dimaksud adalah dermawan. Atau malah si penumpah darah?

Berkaca pada rentetan peristiwa yang terjadi sepanjang tahun 129-136 H, masyhur nama Abu Muslim al-Khurasni, panglima pasukan Abbasiyah dan wali atas wilayah Khurasan. Kemudian nama Abdullah bin Ali, paman dari Khalifah Abul Abbas. Keduanya dikenal sebagai jagal dan pembantai. Sedangkan Khalifah Abul Abbas terkenal dengan kedermawanannya. Jika ia berjanji akan memberi, tak sempat orang yang ia janjikan itu berdiri dari majelisnya melainkan sudah ia tunaikan janjinya (Lihat Ibrahim asy-Syahrazuri dalam Manahi al-Muhadditsin fi Naqdi ar-Riwayat at-Tarikhiyah lil Qurun al-Hijriyah ats-Tsalah al-Ula. Dubai: Darul Qalam. 2014).

Sebagian sejarawan bersandar dengan sebuah hadits shahih riwayat Muslim, dari Jabir bin Abdullah radhiallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَكُوْنُ فِيْ آخِرِ أُمَّتِيْ خَلِيْفَةٌ يَحْثِي اْلَمَالَ حَثْيًا لاَ يَعُدُّهُ عَدَدًا.

“Di akhir umatku akan ada seorang khalifah yang akan membagi-bagikan harta dengan kedua tangannya tanpa ada yang dapat menghitungnya.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Fitan wa Asyrath as-Sa’ah 2913).

Dan riwayat lain dari Abu Said al-Khudri radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مِنْ خُلَفَائِكُمْ خَلِيفَةٌ يَحْثُو الْمَالَ حَثْيًا لَا يَعُدُّهُ عَدَدًا

“Di antara khalifah kalian akan ada seorang khalifah yang membagi-bagikan harta dengan kedua tangannya tanpa hitung-hitung.” (HR. Muslimdalam Kitab al-Fitan wa Asyrath as-Sa’ah 2914)

Ada pula hadits yang semakna dengan dua hadits di atas. Namun sanadnya lemah. Dalam hadits tersebut terdapat tambahan lafadz:

“يُقال له السَّفَّاح” أو “يُسمَّى السَّفَّاح”

“Khalifah itu disebut dengan as-Safah” atau “Khalifah itu dinamakan as-Safah”

Lafadz tambahan ini diriwayatkan lebih dari satu orang. Seperti Imam Ahmad bin Hanbal, al-Khotib al-Baghdadi, Ibnul Jauzi. Riwayat ini dari jalur al-A’masy dari ‘athiyah al-Aufi dari abu Said al-Khudri. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَخْرُجُ عِنْدَ انْقِطَاعٍ مِنَ الزَّمَانِ، وَظُهُورٍ مِنَ الْفِتَنِ، رَجُلٌ يُقَالُ لَهُ السَّفَّاحُ، فَيَكُونُ إِعْطَاؤُهُ الْمَالَ حَثْيًا

“Akan keluar di suatu zaman, saat fitnah bermunculan, seseorang yang disebut as-Safah. Ia membagi-bagikan harta dengan kedua tangannya.” (HR. Ahmad 11774. Syu’aib al-Arnauth mengomentari, “Sanadnya dhaif. Karena dhaifnya Athiyah al-Aufi. Sementara periwayat yang lain Tsiqat. Termasuk rijalnya asy-Syaikhoin. Kecuali Abdullah bin Ahmad).

Dalam riwayat lain:

“يُسَمَّى السَّفَّاحُ

“Dinamakan as-Safah.”

Sebagian ulama mengatakan, “Sesungguhnya yang dimaksud dengan as-Safah yang membagi-bagikan harta di sini adalah Khalifah Abbasiyah yang pertama, Abul Abbas. Dan sebagian sejarawan dari kalangan ahlussunnah wal jamaah meragukan bahwa yang dimaksud hadits ini adalah Abul Abbas (Lihat Ibrahim asy-Syahrazuri dalam Manahi al-Muhadditsin fi Naqdi ar-Riwayat at-Tarikhiyah lil Qurun al-Hijriyah ats-Tsalah al-Ula menukil dari Muhammad bin Thahir al-Barzanji: Muhaqqiq Kitab Shahih wa Dhaif Tarikh ath-Thabari, 5/13).

Ada juga yang menyatakan Abu Abbas dilaqobi dengan as-Safah karena ia banyak membunuh orang-orang jahat (Ibnul Jauzi: al-Muntazhim fi Tarikh al-Umam wa al-Muluk 7/298).

Abu Abbas as-Safah di Mata Sejarawan

Sejarawan kontemporer berbeda pendapat tentang laqob as-Safah dari dua sisi. Pertama: siapa pemilik laqob as-Safah ini? Kedua: apa urgensi laqob ini? Sebagian orientalis berpendapat bahwa as-Safah adalah laqob ini dikenal khalayak pada masa pemerintahan Abul Abbas. Dan itu termasuk salah satu laqobnya. Sementara Bernard Lewis berpendapat bahwa as-Safah bukanlah laqob Abul Abbas. Para sejarawan salah kaprah antara Abdulllah bin Muhammad (Abul Abbas) dengan Abdullah bin Ali (paman Abul Abbas). Sehingga mereka menempelkan laqob yang semestinya disandang Abdullah bin Ali kepada Abdullah bin Muhammad.

Sementara Husein al-Basya berpendapat bahwa as-Safah adalah laqob dari Khalifah Abul Abbas. Namun menurutnya laqob ini adalah sifat terpuji. Laqob yang menunjukkan kedermawanan dan banyak memberi.

Ibnul Jauzi, al-‘Aini, dll berpendapat bahwa laqob as-Safah adalah milik Abul Abbas. Menurut mereka, laqob ini disematkan padanya karena ia mudah menumpahkan darah (membunuh).

Michael Jan de Goeje dan al-Maqdisi berpendapat bahwa Abul Abbas adalah seorang yang banyak memberi. Ia bukan seorang pembunuh dan menyebabkan orang-orang mengungsi. Bahkan ia membenci pertumpahan darah. Ia memerintahkan pamannya, Abdullah bin Ali, agar tak membunuh seorang pun tanpa seizinnya.

Si Zalim Yang Terzalimi

Kesimpulannya, laqob as-Safah (tukang jagal) adalah gelaran yang dimiliki oleh Abdullah bin Ali karena prilakunya yang mudah membunuh anggota klan Bani Umayyah. Para sejarawan menempelkan laqob ini pada Abul Abbas karena ia mengatakan, “Akulah as-Safah al-Mubih.” Namun makna as-Safah di sini berbeda dengan makna as-Safah untuk Abdullah bin Ali. As-Safah untuk Abdullah bin Ali berarti pembunuh. Sedangkan as-Safah untuk Abul Abbas adalah dermawan.

Karena tidak mungkin seorang khalifah menyifati dirinya dengan as-Safah sebagai tukang jagal. Tentu lebih masuk akal ia memuji dirinya sebagai seorang yang dermawan. Abul Abbas memberi Abdullah bin Hasan bin al-Hasan 1juta Dirham. Dan ia juga dikenal sebagai seorang yang menjaga kesucian diri, adil, dan rajin beribadah.

Laqob Abul Abbas yang terkenal di masa hidupnya adalah al-Imam. Kadang ia juga dilaqobi al-Mahdi, al-Qaim, al-Muhtadi, al-Murtadhi, namun yang paling terkenal adalah as-Safah (Faruq Umar Fauzi: Tarikh an-Nizham al-Islamiyah, 85-87. Oman: Darul Syuruq. 2009)

Walaupun kita menolak laqob as-Safah (pembunuh) dinisbatkan pada Abul Abbas, bukan berarti kita menafikan pembantaian dan pembunuhan yang terjadi di masa pemerintahan Daulah Abbasiyah. Kita akui Abu Muslim al-Khurasani dan Abdullah bin Ali banyak menumpahkan darah di awal pemerintahan Abbasiyah dan di masa Abul Abbas. Namun Abul Abbas tidak terlibat secara langsung dalam pembantaian tersebut. Karena itulah di sub bab ini kita sebut Abul Abbas dengan seorang zalim yang terzalimi.

Diterjemahkan dari: https://islamstory.com/ar/artical/3408472/ابو-العباس-السفاح

Artikel www.KisahMuslim.com

Mari Berkontribusi

Apakah Anda ingin menjadi bagian dari perubahan positif dan membangun masa depan yang lebih baik?